Walaupun Al-Quran dan Alkitab sudah cukup jelas mengisahkan kronologi peristiwa itu terjadi, namun masih terdapat teka-teki mengenai siapa sebenarnya Fir’aun yang memimpin pengejaran terhadap Musa beserta kaum Bani Israel? Al-Quran dan Alkitab tidak menyebutkan secara detail siapakah Fir’aun yang dimaksudkan.
Fir’aun (Pharaoh) merupakan gelaran yang diberikan kepada raja-raja Mesir kuno. Asal usul istilah Fir’aun sebetulnya merujuk kepada nama istana tempat berdiamnya seorang raja, namun lama – kelamaan digunakan sebagai gelaran raja-raja Mesir kuno. Banyak Fir’aun yang telah memimpin peradaban yang terkenal dengan peninggalan Piramid dan Khufu-nya itu, mulai dari Raja Menes -sekitar 3000 SM, pendirian kerajaan, penyatuan Mesir hulu dan hilir – hingga Mesir jatuh dibawah kepemimpinan raja-raja dari Persia.
Sejauh ini telah banyak kajian yang dilakukan untuk mengidentifikasikan siapakah Fir’aun yang sedang berkuasa saat peristiwa keluarnya Musa beserta Bani Israel dari tanah Mesir. Berikut adalah senarai nama-nama Fir'aun :
- Ahmose I (1550 SM – 1525 SM)
- Thutmose I (1506 SM – 1493 SM)
- Thutmose II (1494 SM – 1479 SM)
- Thutmose III (1479 SM – 1425 SM)
- Amenhotep II (1427 SM – 1401 SM)
- Amenhotep IV (1352 SM – 1336 SM)
- Horemheb (sekitar 1319 SM – 1292 SM)
- Ramesses I (sekitar 1292 SM – 1290 SM)
- Seti I (sekitar 1290 SM – 1279 SM)
- Ramesses II (1279 SM – 1213 SM)
- Merneptah (1213 SM – 1203 SM)
- Amenmesse (1203 SM – 1199 SM)
- Setnakhte (1190 SM – 1186 SM)
Dari daftar beberapa Fir’aun diatas, nama Ramesses II selama ini memang kerap diidentifikasikan sebagai Fir’aun yang sedang berkuasa pada saat itu. Ia merupakan Fir’aun terbesar dan terkuat yang pernah memimpin peradaban Mesir kuno. Ramesses II juga merupakan salah satu Fir’aun yang paling lama berkuasa, yakni 66 tahun lamanya.
Sifatnya yang keterlaluan terhadap masyarakat kelas bawahan, membuatkan sejarawan banyak yang berspekulasi dengan menyebutkan ia sebagai raja yang memperkecilkan Bani Israel. Walaupun demikian, tidak ada bukti arkeologi yang benar-benar memperkuatkan dugaan tersebut. Selain itu masa hidupnya juga dikatakan tidak sesuai dengan kemungkinan terjadinya peristiwa tersebut.
Kemudian menilik ke Raja Merneptah – putra Ramesses II – yang berkuasa setelah Ramesses II mangkat, ia juga bukan merupakan Fir’aun yang dimaksudkan pada masa pemerintahannya, Merneptah pernah mengatakan bahawa Bangsa Israel telah tiba di tanah Kana’an. Itu ertinya, peristiwa keluarnya Musa beserta Bani Israel telah lama terjadi sebelum ia berkuasa.
Lalu bagaimana dengan Seti I, ayah dari Ramesses II ? Bagaimanapun juga, ahli sejarah Alkitab mengatakan terjadinya peristiwa ini aalah disekitar 1400 SM, itu jauh dari masa pemerintahan Seti I.
Beberapa Sejarawan yang menggunakan kaedah penelitian dengan cara mensesuaikan kronologi di dalam catatan-catatan peninggalan Mesir Kuno dengan perkiraan waktu keluaran pada kitab suci menyimpulkan, kemungkinan peristiwa itu terjadi saat Mesir kuno dibawah pimpinan Raja-raja Dinasti ke-18.
Dinasti ke-18 mencakupi beberapa raja, yakni Thutmose I (1506 SM – 1493 SM), Thutmose II (1494 SM – 1479 SM), diselangi oleh kepempinan Fir’aun wanita iaitu Ratu Hatsepsut (1479 SM -1458 SM) kemudian Thutmose III (1479 SM – 1425 SM).
Benarkan Thutmose II Fir’aun yang tenggelam di Laut Merah?
Menurut kajian yang dilakukan oleh Sejarawan Alan Gardiner, setelah kematian Thutmose I dan masa persinggahannya selama 40 tahun di Madyan / Midian, Musa memutuskan untuk kembali ke tanah Mesir tempat beliau dibesarkan. Allah menugaskan Musa untuk menyampaikan ajaran agama yang hakiki kepada Fir’aun. Pada saat itu, Mesir dipimpin oleh Raja Thutmose II yang memperisterikan Ratu Hatshepsut.
Thutmose II, menurut sejarah bukanlah Raja Fir’aun yang hebat, sebaliknya isterinya Hatshepsut yang banyak berperanan penting bagi kemajuan kerajaan. Walaupun bukan merupakan pemimpin yang dikatakan berpengaruh, Gardiner tetap meyakini Thutmose II merupakan calon terkuat fir’aun yang melakukan pengejaran terhadap Musa beserta kaum Bani Israel. Hal itu disebabkan oleh banyaknya kesesuaian dengan studi sejarah yang dia lakukan Garnier juga menambah bahawa di pusara tempat berdiamnya mummi Thutmose II, hampir tidak ditemukan ornamen-ornamen dan benda-benda berharga “semewah” pusara raja-raja Mesir kuno yang lainnya. Ada kesan bahawa raja ini tidak begitu disukai dan dihormati oleh rakyatnya, sehingga mereka tak peduli dengan kematian sang Raja. Selain itu, kematiannya yang mendadak juga menjadi salah satu alasannya.
Penelitian terhadap Mummi Thutmose II yang ditemukan di situs Deir el-Bahri pada tahun 1881 mengungkapkan bahawa terdapat banyak bekas cedera di tubuhnya, dan Mummi-nya ditemukan tidak dalam kondisi yang bagus. Hal ini mungkin menandakan Thutmose II mati secara tidak wajar. Apakah cedera di tubuhnya itu akibat hempasan kekuatan gelombang Laut Merah yang secara tiba-tiba tertutup kembali? Wallahu ‘alam Bishawab
Al-Quran sendiri mengisahkan detik-detik terakhir kehidupan Sang Fir’aun :
Dan Kami memungkinkan Bani Israel melintasi laut, lalu mereka diikuti oleh Fir’aun dan bala tentaranya, kerana hendak menganiaya dan menindas (mereka); hingga bila Fir’aun itu telah hampir tenggelam berkatalah ia ;” Saya percaya bahawa tidak ada Tuhan melainkan Tuhan yang dipercayai oleh Bani Israel, dan saya termasuk orang-orang yang berserah diri (kepada Allah)”. ( QS Yunus 90).
Dari ayat diatas kita dapat mengetahui bahawa Fir’aun mencuba memohon kepada Allah agar dia diselamatkan ketika air mengenggelamkan raganya. Namun sangatlah jelas bahawasannya tindakan Fir’aun hanyalah suatu kebohongan semata sebagai alasan untuk menyelamatkan dirinya sendiri dari maut.
Setelah sang Fir’aun tewas pada masa pemerintahannya yang tergolong dalam waktu yang singkat, besar kemungkinan jalannya roda pemerintahan diambil alih sementara oleh sang Ratu yang tak lain ialah Hatshepsut sebelum akhirnya Thutmose III naik tahta.
Jika benar Thutmose II merupakan Fir’aun yang dimaksud, ada suatu kemungkinan kronologi sejarahnya menjadi demikian :
Pertama, Musa dibesarkan dilingkungan kerajaan Mesir saat Thutmose I berkuasa, dan isteri Thutmose I yang menemukan bayi Musa saat hanyut di Sungai Nil.
Kedua, selang puluhan tahun setelah Musa melarikan diri dari tanah Mesir kerana ancaman hukuman mati akibat peristiwa terbunuhnya seorang prajurit kerajaan olehnya, ia kembali untuk menyampaikan ajaran Allah kepada Fir’aun. Namun pada saat itu mungkin Thutmose I telah meninggal dan digantikan putranya Thutmose II.
Pertanyaan diatas memang kerap ditanyakan. Mereka yang bertanya kebanyakan beranggapan bahawa Jasad Fir’aun tidak mungkin berhasil ditemukan apalagi dalam bentuk Mummi, sebab telah tenggelam di Laut Merah bersama bala tentaranya.
Bagi kawan-kawan muslim, Al-Quran mengisahkan kepada kita sebagai berikut :
Apakah sekarang (kamu baru percaya), padahal sesungguhnya kamu telah durhaka sejak dahulu, dan kamu termasuk orang-orang yang berbuat kerosakan. Maka pada hari ini Kami selamatkan badanmu supaya kamu dapat menjadi pengajaran bagi orang-orang yang datang sesudahmu dan sesunguhnya kebanyakan dari manusia lengah dari tanda-tanda kekuatan Kami. ( QS Yunus 91-92).
Tentunya ayat diatas sudah cukup menjelaskan mengapa Allah dengan sengaja menyelamatkan jasad sang Fir’aun. (sumber : Dipta)
0 comments:
Post a Comment