Thursday, September 30, 2010

Kenapa keaiban harus terletak pada anak zina?????

Syurga juga buatmu....

Anak hasil zinatidak ikut menanggung dosa, kerana peruntukan zina dan dosa kedua orang tuanya. Sebab hal tersebut bukan peruntukannya, tetapi peruntukan kedua orang tuanya, kerana itu dosa akan ditanggung mereka berdua. Allah s.w.t berfirman.
Arti : Ia mendpt pahala (dari kebajikan) yg diusahakan dan mendapat siksa (dari kejahatan) yg dikerjakannya[Al-Baqarah : 268]

Dan firmanNya.n
“Arti : Dan seorang yg berdosa tdk akan memikul dosa orang lain[Al-Anaam : 164]
Berkaitan dengan statusnya, dia seperti hal orang lain. Kalau taat kepada Allah, beramal salih dan mati dalam keadaan Islam, maka mendapat syurga. Sedang, jika bermaksiat dan mati dalam keadaan kafir maka dia termasuk penghuni neraka. Dan jika mencampuradukkan antara amal shalih dan amal buruk serta mati dalam keadaan Islam maka status terserah kepada Allah ; bisa mendpt pengampunanNya atau dihukum di neraka terlebih dahulu sesuai dgn kehendakNya, namun tempat kembali ialah surga berkat kurnia dan rahmat Allah s.w..t.
Adapun ungkapan yg mengatakan, “Tidak dpt masuk surga anak hasil zina maka ini ialah hadits maudhu (palsu).
Kepada Allah kita memohon taufikNya. Semoga shalawat dan salam tetap tercurah kepada Nabi kita Muhammad, keluarga dan para sahabatnya.


STATUS ANAK LUAR NIKAH
Semua madzhab yang empat (Madzhab Hanafi, Malikiy, Syafi?i dan Hambali) telah sepakat bahwa anak hasil zina itu tidak memiliki nasab dari pihak laki-laki, dalam arti dia itu tidak memiliki bapak, meskipun si laki-laki yang menzinahinya dan yang menaburkan benih itu mengaku bahwa dia itu anaknya. Pengakuan ini tidak dianggap, karena anak tersebut hasil hubungan di luar nikah. Di dalam hal ini, sama saja baik si wanita yang dizinai itu bersuami atau pun tidak bersuami. Jadi anak itu tidak berbapak. (Al Mabsuth 17/154, Asy Syarhul Kabir 3/412, Al Kharsyi 6/101, Al Qawanin hal : 338, dan Ar Raudlah 6/44. dikutip dari Taisiril Fiqh 2/828.) Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah: “Anak itu bagi (pemilik) firasy dan bagi laki-laki pezina adalah batu (kerugian dan penyesalan).” (HR: Al-Bukhari dan Muslim)
Firasy adalah tempat tidur dan di sini maksudnya adalah si istri yang pernah digauli suaminya atau budak wanita yang telah digauli tuannya, keduanya dinamakan firasy karena si suami atau si tuan menggaulinya atau tidur bersamanya. Sedangkan makna hadits tersebut yakni anak itu dinasab-kan kepada pemilik firasy. Namun karena si pezina itu bukan suami maka anaknya tidak dinasabkan kepadanya dan dia hanya mendapatkan kekecewaan dan penyesalan saja. (Taudlihul Ahkam 5/103.)
Dikatakan di dalam kitab Al-Mabsuth, “Seorang laki-laki mengaku berzina dengan seorang wanita merdeka dan (dia mengakui) bahwa anak ini anak dari hasil zina dan si wanita membenarkannya, maka nasab (si anak itu) tidak terkait dengannya, berdasarkan sabda Rasulullah: “Anak itu bagi pemilik firasy, dan bagi laki-laki pezina adalah batu (kerugian dan penyesalan)” (HR: Al Bukhari dan Muslim)
Rasulullah  telah menjadikan kerugian dan penyesalan bagi si laki-laki pezina, yaitu maksudnya tidak ada hak nasab bagi si laki-laki pezina, sedangkan penafian (peniadaan) nasab itu adalah murni hak Allah Subhanahu wa Ta’ala. (Al Mabsuth 17/154)
Ibnu Abdil Barr berkata, Nabi  bersabda, “Dan bagi laki-laki pezina adalah batu (kerugian dan penyesalan)? Maka beliau menafikan (meniadakan) adanya nasab anak zina di dalam Islam.” (At Tamhid 6/183 dari At Taisir)
Oleh karena itu anak hasil zina itu tidak dinasabkan kepada laki-laki yang berzina maka :
*     Anak itu tidak berbapak.
*     Anak itu tidak saling mewarisi dengan laki-laki itu.
Bila anak itu perempuan dan di kala dewasa ingin menikah, maka walinya adalah wali hakim, karena dia itu tidak memiliki wali.
Rasulullah  bersabda, “Maka sulthan (pihak yang berwenang) adalah wali bagi orang yang tidak memiliki wali?” (Hadits hasan Riwayat Asy Syafi\’iy, Ahmad, Abu Dawud, At-Tirmidzi dan Ibnu Majah.)
Satu masalah lagi yaitu bila si wanita yang dizinahi itu dinikahi sebelum beristibra dengan satu kali haidh, lalu digauli dan hamil terus melahirkan anak, atau dinikahi sewaktu hamil, kemudian setelah anak hasil perzinahan itu lahir, wanita itu hamil lagi dari pernikahan yang telah dijelaskan di muka bahwa pernikahan ini adalah haram atau tidak sah, maka bagaimana status anak yang baru terlahir itu ?
Bila si orang itu meyakini bahwa pernikahannya itu sah, baik karena taqlid kepada orang yang memboleh-kannya atau dia tidak mengetahui bahwa pernikahannya itu tidak sah, maka status anak yang terlahir akibat pernikahan itu adalah anaknya dan dinasabkan kepadanya, sebagaimana yang diisyaratkan oleh Ibnu Qudamah tentang pernikahan wanita di masa ?iddahnya di saat mereka tidak mengetahui bahwa pernikahan itu tidak sah atau karena mereka tidak mengetahui bahwa wanita itu sedang dalam masa iddahnya, maka anak yang terlahir itu tetap dinisbatkan kepada-nya padahal pernikahan di masa iddah itu batal dengan ijma para ulama, berarti penetapan nasab hasil pernikahan di atas adalah lebih berhak. (Al-Mughniy 6/455.)
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah mengatakan hal serupa, beliau berkata, “Barangsiapa menggauli wanita dengan keadaan yang dia yakini pernikahan (yang sah), maka nasab (anak) diikutkan kepadanya, dan dengannya berkaitanlah masalah mushaharah (kekerabatan) dengan kesepakatan ulama sesuai yang saya ketahui, meskipun pada hakikatnya pernikahan itu batil di hadapan Allah dan Rasul-Nya, dan begitu juga setiap hubungan badan yang dia yakini tidak haram padahal sebenarnya haram, (maka nasabnya tetap diikutkan kepadanya).” (Dinukil dari nukilan Al Bassam dalam Taudlihul Ahkam 5/104)
Semoga orang yang keliru menyadari kekeliruannya dan kembali taubat kepada Allah Subhanahu wa Ta\’ala, sesungguhnya Dia Maha luas ampunannya dan Maha berat siksanya.

Status Anak Zina Di Akhirat
Oleh: Syaikh Abdullah bin Abdurrahman bin Jibrin
Diriwayatkan dalam sebuah hadits dari Abu Hurairah, ia berkata : Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.
“Artinya : Anak zina itu menyimpan 3 keburukan” [Hadits Riwayat Ahmad dan Abu Daud]
Sebagian ulama menjelaskan, maksudnya dia buruk dari aspek asal-usul dan unsur pembentukannya, garis nasab, dan kelahirannya. Penjelasannya, dia merupakan kombinasi dari sperma dan ovum pezina, satu jenis cairan yang enjijikkan (karena dari pezina) sementara gen itu terus menjalar turun temurun, dikhawatirkan keburukan tersebut akan berpengaruh pada dirinya untuk melakukan kejahatan. Dalam konteks inilah, Allah menepis potensi negative dari pribadi Maryam dengan firmaNya.
“Artinya : Ayahmu sekali-kali bukanlah seorang penjahat dan ibumu sekali-kali bukanlah seorang penzina” [Maryam : 28]
Walaupun demikian adanya, dia tidak dibebani dosa orang tuanya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman.
Artinya : “Dan seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain” [Al-An’am :164]
Pada prinsipnya, dosa dan sanksi zina di dunia dan akhirat hanya ditanggung oleh orang tuanya. Tetapi dikhawatirkan sifat bawaan yang negative itu akan terwarisi dan akan membawanya untuk berbuat buruk dan kerusakan. Namun hal ini tidak selalu menjadi acuan, kadangkala Allah akan mempebaikinya sehingga menjadi manusia yang alim, bertakwa lagi wara’, dengan demikian menjadi satu kombinasi yang terdiri atas tiga komponen yang baik. Wallahu a’alam.
sumber : mediamuslim.info; Fatawa Islamiyah 4/125

0 comments: